Rinaldi Potabuga, Ketua Karang Taruna Tobayagan Selatan, mengungkapkan keprihatinannya mengenai situasi ini. “Kami, masyarakat desa Tobayagan Bersatu, semakin resah melihat dampak kerusakan alam yang terjadi akibat pertambangan ilegal yang berlangsung di hulu desa kami,” ungkap Rinaldi.
Rinaldi juga menyayangkan sikap pemerintah yang belum menunjukkan keseriusan yang memadai dalam menangani masalah pertambangan ilegal ini. Meskipun kasus pertambangan ilegal ini telah berlangsung kurang lebih tiga tahun, penyelesaiannya belum tampak ada tanda-tanda yang jelas. “Menurut saya, pemerintah belum cukup serius dalam menangani masalah, begitupun dengan APH. Pertambangan ilegal ini sudah tiga tahun berlalu, namun terasa seolah-olah dibiarkan begitu saja,” kata Rinaldi.
Rinaldi menambahkan, Jika semua pihak dalam pemerintahan benar-benar ingin menyelesaikan masalah ini dengan serius, saya yakin persoalan ini dapat diselesaikan sejak dulu. Namun kenyataannya, pertambangan ilegal ini masih terus beroperasi dengan leluasa.
Kerusakan alam yang terjadi di Hulu Tobayagan sangat jelas terlihat dan semakin memprihatinkan. Oleh karena itu, Rinaldi berharap bahwa situasi ini dapat menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang yang berwenang.
“Dampak ekologi yang ditimbulkan oleh kerusakan alam ini sudah sangat nyata. Saya berharap hal ini dapat menjadi perhatian utama dari berbagai pihak yang berwenang,” pungkas Rinaldi.
Pertambangan emas tanpa izin yang beroperasi selama tiga tahun di Hulu Tobayagan bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan.
“Dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan ilegal ini tidak hanya merugikan masyarakat setempat, tetapi juga menghancurkan ekosistem yang berharga,”tukasnya.
Atau bisa saja katanya dengan sinis, datang dengan semua armada ketika kampung sudah lebih dulu binasa akibat bencana.(Bas)