Hadirnya rekan-rekan penyandang disabilitas sebagai anggota Polri, kata Johanes, menunjukkan bahwa sensitivitas organisasi tersebut terhadap penyandang disabilitas, jadi terpatahkan. Karena, lanjut Johanes, selama ini yang menjadi problem umum kepolisian belum memahami kebutuhan masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik.
“Dengan timbulnya kebijakan ini, harapannya pelayanan kepolisian kepada penyandang disabilitas akan lebih cepat sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Ini soal mindset, soal bagaimana memuaskan, memahami dan merespon apa yang mereka (Polri) perlukan di semua satker dan unit. Ini menarik,” ujarnya.
“Keterampilan yang mereka (penyandang disabilitas) miliki, bisa dimanfaatkan. Contohnya, kalau ada aparat kepolisian kita penyandang disabilitas tuli misalnya, nah mereka bisa berbahasa isyarat. Ketika masyarakat yang mengakses kepolisian juga penyandang disabilitas tuli, chemistry dan feel-nya akan dapat dapat, artinya mereka akan terlayani dengan baik,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Johanes memberikan masukan kepada Polri, untuk menyiapkan sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas yang nantinya diterima sebagai anggota Polri. Sehingga, lanjut Johanes, penyandang disabilitas leluasa memiliki aksesibilitas untuk bekerja.