Karena telah terselesaikannya permasalahan ini secara damai, maka para pihak menyatakan bahwa segala sesuatu yang menyangkut semua permasalahan di antara para pihak menjadi terselesaikan tanpa ada pengecualian apapun dan menyatakan Perjanjian Perdamaian (Dading) ini sama dengan upaya hukum terakhir sehingga tidak akan ada lagi upaya hukum lain.
Namun kata Darma, setelah persoalan tersebut selesai di PA, perkara ini masih terus berlanjut di Kejari Bangka Barat yang masih tetap ingin memproses dugaan perkara pidananya. Padahal sejatinya perkara ini hanya persoalan hutang piutang.
“Walaupun hutangnya telah lunas sepenuhnya lengkap dengan marginnya, tapi klien saya masih dipanggil Kejari Bangka Barat terkait dugaan tindak pidana korupsi, padahal kasus ini perdata bukan pidana. Karena itu klien saya mengajukan pengaduan ke Jamwas dan Kejati Babel untuk mencari keadilan atas perkara yang ia alami,” jelas Darma.
Menurut Darma seharusnya persoalan ini selesai karena kliennya sudah melakukan kewajibannya melunasi pinjaman dan diperkuat dengan putusan PA Mentok.
“Karena Kejari Bangka Barat masih ingin memperpanjang persoalan ini, maka kliennya saya mengajukan pengaduan ke Jamwas dan Kejati Babel. Kita berharap ditindaklanjuti dan klien saya bisa mendapatkan keadilan dengan mengedepankan asas Restorative Justice dan hati nurani. Dalam hal ini kan tidak ada lagi pihak yang dirugikan karena pinjaman murabahah sudah lunas bahkan BPRS sudah mendapatkan untung dari pinjaman tersebut,” ungkap Darma.
“Seharusnya dengan adanya perdamaian ini kami mengharapkan agar pihak BPRS juga bisa mencabut laporannya ke pihak Kejari Bangka Barat. Dan itu lah merupakan bentuk itikad baik dari perdamaian ini,” sambung Darma.
Dia menambahkan, terkait sertifikat yang merupakan agunan dari pembiayaan ini juga hingga kini belum diterima oleh kliennya.
“Maka berangkat dari hal tersebut dengan ini kami menunggu itikad baik dari pihak BPRS untuk mengupayakan sertifikat yang merupakan agunan pembiayaan ini bisa diserahkan kepada klien kami,” tegas Darma.