“Buktinya, UU Kesehatan tidak ada alokasi minimal anggaran kesehatan. Dulu ada lima persen sekarang hilang,” ujarnya.
Ia menyatakan di dua periode pemerintahan Presiden Jokowi, bidang kesehatan terlalu fokus pada capaian kualitas. Namun, efektifitas dan kualitas yang dihasilkan kerap diabaikan dalam prosesnya.
“Baru ini lagi didistribusikan ribuan ultrasound ke puskesmas, sementara kita tidak tahu siapa di sana yang bisa menjalankannya. Kemudian dibuat institusi atau unit cath lab untuk pemeriksaan jantung, sementara tenaga untuk pengoperasiannya tidak ada,” kata dia.
Di sisi lain, Iqbal mengapresiasi sistem jaminan kesehatan di masyarakat seperti BPJS Kesehatan yang berjalan baik.
Namun, bukan berarti sistem jaminan kesehatan ini tanpa masalah. Dia melihat masih ada sejumlah isu seperti sistem rujukan dan kuota dalam pengaplikasian BPJS Kesehatan, dan berimbas pada pelayanan kesehatan pasien.
“Masih ada sistem kuota dalam pelayanan BPJS ini masih ada laporannya. Misal kayak stroke dia diberikan kuota hari perawatan dan setelah itu dia harus keluar. Ini tidak etis dan tidak tepat,” pungkasnya. (hk01)