Dilema semakin memburuk dengan sang pemilih mayoritas. Keyakinan akan pengalaman para veteran politik yang mengesankan masih mendominasi, sementara caleg baru dengan semangat segar dianggap setengah matang.
Namun, kita tak boleh melewatkan ancaman yang lebih besar yakni, apatisme yang merajalela.
Keengganan berpartisipasi yang akhirnya meruntuhkan fondasi perjuangan politik. Inilah saatnya regenerasi tampil sebagai penyelamat, mencetak kader-kader baru berpotensi yang siap meneruskan tongkat estafet perubahan.
Dalam persimpangan ini, kita perlu menghadirkan waktu yang berbicara.
Kita perlu menghadirkan perubahan yang tidak lagi tertunda.
Regenerasi bukan sekadar keinginan, tetapi suara gemuruh yang menuntut hadirnya jiwa-jiwa baru, untuk kaderisasi politik yang lebih segar dan sehat.(Bas)