Setidaknya berdasarkan dari pengakuan Kepala Lingkungan Matras, Anggi Mesya yang bahkan tak begitu tau dana tersebut siapa yang menerima, kapan dan berapa besaran pencairan yang diterima warganya.
Gilanya lagi, berdasarkan informasi dari data peruntukan, pihak-pihak yang menamakan diri selaku panitia justru mengalokasikan sejumlah dana kepada pihak yang tidak sesuai kapabilitasnya. Sebut saja mulai dari LSM, Ormas, media bahkan penasehat hukum panitia. Berdasarkan keterangan dari pihak pengurus kampung, bahkan jatah satu orang bisa melampaui bagian penerima kolektif seperti Masjid. Lebih miris lagi, informasi yang dituturkan oleh Kepala Lingkungan Matras, bahwa dana tersebut bahkan tak jelas pertanggung jawabannya.
Satu lagi, tertera pula peruntukan dana kompensasi tersebut untuk media atau wartawan. Di sini terlihat tak jelas kapabilitas media yang dimaksud menjadi pihak penerima. Apakah sebagai humas atau untuk meredam kebisingan. Namun intinya, ini menjadi ironis manakala terdengar kisruh bahwa justru masyarakat dibelah oleh kompensasi tersebut. Menurut Anggi Mesya selaku Kaling Matras, dana kompensasi tersebut tidak dibagikan secara merata. Artinya ada yang menerima ada yang tidak.
Para panitia selaku pengelola dana, dikatakan membagikan dana tersebut tanpa kejelasan dasar perhitungan. Artinya ada yang harusnya terungkap di sini, berapa total akumulasi dana yang disebut kompensasi KIP tersebut sudah disalurkan oleh pihak pemilik KIP sejak pertama kali dikucurkan, siapa yang menjadi kantong perantara sekaligus pengelolanya, dan berapa sebenarnya yang sudah tersalurkan kapada masyarakat berhak. Untuk mendapatkan kesimpulan sudah proporsional kah jumlah yang diterima oleh mereka yang berhak? Atau mungkin memperjelas dugaan bahwa dana untuk umat atau dana untuk rakyat yang dalam sebutannya dinamakan kompensasi tersebut justru banyak digunakan untuk kebutuhan pribadi oknum panitia, LSM, Ormas, Media dan Penasehat Hukum.