Istilah silent majority dipopulerkan oleh Presiden Amerika Serikat Richard Nixon selama kampanye paruh waktu.
Melalui pidatonya yang disiarkan di televisi pada 3 November 1969, Nixon mengatakan bahwa “And so tonight — to you, the great silent majority of my fellow Americans — I ask for your support” (Maka malam ini – bagi Anda, mayoritas warga Amerika yang diam – saya meminta dukungan Anda).
Pidato itu dimaksudkan untuk menggalang solidaritas nasional dalam upaya Perang Vietnam dan mengumpulkan dukungan atas kebijakannya.
Dalam pidatonya itu, silent majority merujuk pada sekelompok besar pemilih Amerika yang konservatif dan tidak berpartisipasi dalam wacana publik, seperti dikutip dari History.
Kelompok silent majority merupakan pemilih yang tidak dipengaruhi oleh politik atau diskusi politik.
Istilah ini kembali digunakan dalam gagasan Presiden Amerika Donald Trump selama kampanye kepresidenannya pada 2016.
Trump beberapa kali menggunakan istilah silent majority untuk menyapa pendukungnya.
Kelompok silent majority kerap dianggap sebagai penentu kemenangan dalam Pemilu. Hal ini karena jumlahnya yang besar dan kecenderungan memilih secara pragmatis.
Kandidat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang memperoleh suara silent majority memiliki peluang besar dalam kemenangan pemilu.
“Silent majority” di Indonesia