Lebih lanjut, Titi menyampaikan putusan DKPP memecat Hasyim harus menjadi momen bagi KPU untuk segera berbenah. Apalagi, sebentar lagi KPU akan dihadapkan dengan agenda Pilkada Serentak 2024.
“KPU harus segera berbenah, harus memperbaiki kinerja kelembagaan, kemudian memastikan proses Pilkada, tidak mengulangi tindakan melanggar etika penyelenggara pemilu yang bisa memperburuk citra KPU,” ucapnya.
Momen ini, lanjut Titi, juga harus menjadi pengingat bagi anggota KPU bahwa meskipun memiliki kewenangan strategis, mereka juga memiliki batasan. Yakni, terkait penegakan hukum dan penegakan etika.
“Ketika melakukan pelanggaran bisa jadi mereka selamat sekali, dua kali, tetapi kontrol masyarakat dan pengawasan publik akan selalu bekerja terhadap mereka, jangan sampau ada Hasyim Asy’ari lainnya di dalam penyelenggaraan pemilu dan Pilkada kita,” tuturnya.
Hal yang sama juga disampaikan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati.
Neni mengatakan, pelanggaran kode etik berulang kali oleh Hasyim selaku Ketua KPU tersebut, menjadi permasalahan yang sangat serius. Sebab, hal itu secara tidak langsung berdampak pada kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu.
“Publik tentu semakin hilang kepercayaan atas ulah yang dilakukan oleh Ketua KPU, baik itu terhadap pelaksanaan pemilu maupun hasilnya,” ujar Neni.
Selain itu Neni menyebut, pihaknya selama ini sudah kerap mengingatkan soal transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilihan anggota KPU. Termasuk, soal pengecekan terhadap rekam jejak para calon.
“Ini kan sangat disayangkan sekali begitu ya, karena hanya dengan preferensi politik yang mereka punya, masing-masing parpol punya preferensi, pada akhirnya tidak melihat dari sisi integritasnya,” tambahnya.
Neni juga mengatakan persoalan ini tak hanya di KPU pusat saja, namun juga terjadi di tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota.
Bahkan, menurutnya, proses rekruitmen anggota KPU yang selama ini terjadi hanya sebatas prosedural.
“Buat saya rekruitmen dan seleksi hanya sebatas prosedural saja, tapi tidak substansial, bagaimana ada kepentingan substansi untuk menyelematkan demokrasi ini,” kata dia.
“Banyak penyelenggara pemilu yang tidak kapabel, tidak punya kapasitas, kapabilitas, bahkan knowledge tentang kepemiluan itu something they don’t know, tapi masuk dan lolos sebagai penyelenggara pemilu,” sambungnya.