Lahirnya PWI di tengah situasi perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman kembalinya penjajahan, melambangkan kebersamaan dan kesatuan wartawan Indonesia dalam tekad dan semangat patriotiknya untuk membela kedaulatan, kehormatan, serta integritas bangsa dan negara.
Kehadiran PWI juga diharapkan mampu menjadi tombak perjuangan nasional menentang kembalinya konolialisme dan dalam menggagalkan negara-negara boneka yang hendak meruntuhkan Republik Indonesia.
Sejarah lahirnya surat kabar dan pers itu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dari sejarah lahirnya idealisme perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan.
Hadir dari kesadaran itu, pada 6 Juni 1946 di Yogyakarta, tokoh-tokoh surat kabar dan tokoh-tokoh pers nasional berkumpul untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS).
SPS menyerukan agar barisan pers nasional perlu segera ditata dan dikelola baik dalam segi ide serta komersialnya. Hal itu mengingat bahwa pada kala itu pers penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya.
Jika ditilik lebih jauh, sebetulnya SPS telah lahir jauh sebelum tanggal 6 Juni 1946, yaitu tepatnya telah ada empat bulan sebelumnya bersamaan dengan lahirnya PWI di Surakarta pada tanggal 9 Februari 1946.
Karena kesamaan itulah, banyak orang yang kemudian menjuluki SPS dan PWI sebagai “kembar siam”. Pada 9-10 Februari itulah, wartawan dari seluruh Indonesia berkumpul dan bertemu. Mereka datang dari beragam kalangan wartawan, seperti pemimpin surat kabar, majalah, wartawan pejuang dan pejuang wartawan.
Kegiatan-Kegiatan Hari Pers Nasional
Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk menyemarakkan Hari Pers Nasional antara lain:
1. Pameran Pers dan Media yang diikuti oleh seluruh komponen pers nasional, media, serta pendukung lainnya.