“Kami melakukan investigasi dan review terhadap Night Flight operation di Indonesia terkait dengan Fatigue Risk Management (manajemen risiko atas kelelahan) untuk Batik Air dan juga seluruh operator penerbangan,” jelas Kristi.
Lebih lanjut, Ditjen Perhubungan Udara juga akan mengirimkan inspektur penerbangan yang menangani Resolusi of Safety Issue (RSI) untuk menemukan akar permasalahan dan merekomendasikan tindakan mitigasi terkait kasus ini kepada operator penerbangan dan pengawasnya.
“Ditjen Perhubungan Udara memberikan apresiasi terhadap KNKT yang menanggapi serius kasus ini. Kami tegaskan sanksi akan diberlakukan sesuai dengan hasil investigasi yang ditemukan oleh tim investigator,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan prosedur keselamatan yang diatur maskapai Batik Air tidak berjalan optimal. Ini terjadi pada kasus pilot dan kopilot Batik Air yang tertidur dalam penerbangan Kendari-Jakarta pada 25 Januari 2024 lalu.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam dokumen hasil investigasi menilai, prosedur keselamatan yang diatur maskapai seharusnya bisa menjadi mitigasi. Namun, atas temuannya prosedur itu tidak dijalankan dengan baik.
Merujuk kepada Manual Operasi Batik Air Indonesia Volume A (OM-A) menjelaskan, bahwa pilot harus mengembangkan daftar periksa pribadi, yang mencakup kategori gangguan pilot. Diantaranya mencakup Penyakit, Pengobatan, Stres, Alkohol, Kelelahan, dan Emosi (IM SAFE) yang dapat dengan mudah dilakukan sebagai pengingat sebelum melakukan tugas penerbangan apa pun.