Kehebohan di depan Gedung Merah Putih di bilangan Kuningan Jakarta tersebut mengemuka saat Walikota Pangkalpinang keluar usai menjalani klarifikasi, dan memilih untuk tidak memberi komentar apapun kepada para wartawan yang memang menunggu di depan pintu keluar KPK.
Video amatir pun mendadak viral, dalam berbagai momen. Termasuk berita-berita khususnya media daring tanah air. Dari sana opini masyarakat mengemuka, komentar-komentar di berbagai platform digital bermunculan. Seolah Walikota Pangkalpinang usai menjalani proses vonis pengadilan.
Sampai di sana, saya kemudian berinisiatif membuat tulisan ini. Ada pesan moral yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini, terkait ucapan yang sering kita dengan “jangan main hakim sendiri.”
Bahwa banyak sekali saya dapati opini yang kemudian berbahasa menghakimi, seolah-olah Walikota Pangkalpinang adalah orang bersalah seperti vonis pengadilan.
Sebagai mantan mahasiswa fakultas hukum, saya ingin mengingatkan kembali kepada kita semua bahwa ada pasal asas praduga tak bersalah diatur dalam KUHAP dan UU Kekuasaan Kehakiman. Pada KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 3 huruf c KUHAP yaitu: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap,”
Selanjutnya, pasal asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Dari sini kita bisa berkaca, bahwa orang yang sudah menjadi tersangka pun masih harus kita gunakan azas praduga tidak bersalah. Karena ada hakim dan sistem peradilan yang punya bagian membuktikan apakah seseorang kemudian layak dituding atau distempel bersalah atau tidak.