Ditulis dalam momen Hari Ibu
Arya Sandhiyudha, Ph.D
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat
JK.com, JAKARTA – Hari Ibu yang diperingati tiap 22 Desember pada mulanya dari suluh semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Melalui Sumpah Pemuda, semangat pegiat perempuan bangkit membuat perkumpulan ragam organisasi Jawa dan Sumatera.
Jadi sejatinya memang gagasan perempuan dan kaum ibu juga tidak lepas kaitannya dari dorongan inisiatif pemuda. Pesan lainnya, tidak pula boleh bagi pemuda melupakan atensi pada perjuangan dan perlindungan perempuan dan kaum Ibu.
Dalam konteks gagasan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang digelar oleh Komisi Informasi atau masyarakat sipil, maka para pemuda pegiat Keterbukaan Informasi Publik (KIP) musti terus membentang dan menegakkan agenda KIP di atas landasan yang lebih luas dari lembaran UU 14/2008 soal KIP itu sendiri, yaitu hak-hak dasar yang diabadikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan pelaksanaan hak ekonomi-sosial-budaya dan hak sipil-politik.
Substansi pelaksanaan hak ekosob sipol dalam gagasan KIP menjadi tren tata kelola pemerintahan paling mutakhir yang diusung oleh lebih dari 90 negara di seluruh dunia yang mengusung hak atas informasi (universal access to information) dalam konstitusi dasar atau undang-undang khusus.
Meskipun demikian, di banyak negara ini pula, sebagian penduduknya secara fakta empiris masih terbatas aksesnya, menggunakan -istilah populer di KI- “belum informatif”, belum dapat sepenuhnya menikmati manfaat dari kehadiran hak atas informasi ini.
Kaum Perempuan Rentan Perlakuan Asimetrik dalam Akses Informasi
Dalam titik pandang kami, termasuk di dalamnya apabila dilihat secara gender. Perlu diperhatikan bagaimana kegunaan, kecepatan, dan kerentanan bagi kaum perempuan dalam mengakses informasi. Dalam masyarakat dengan kultur patriarki yang kental, kaum perempuan menjadi salah satu kategori populasi yang paling rentan, terpinggirkan, dan menderita karena akses informasi yang terbatas.
Informasi karenanya sangat dibutuhkan untuk menjadi alat dalam mengatasi rantai kesengsaraan yang dihadapi perempuan seperti— kekerasan, kemiskinan, buta huruf, serta partisipasi yang sederajat dan berkualitas.