JK.COM,BOLTIM – Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) menjadi saksi bisu dari pahitnya nasib ratusan tenaga kerja lokal yang terpaksa menganggur akibat terhentinya kegiatan perusahaan tambang emas di wilayah tersebut.
PT. Arafura Surya Alam (ASA), pemegang izin usaha tambang di blok Doup Kotabunan, diduga telah menghentikan kerjasama dengan PT Truba, sebuah perusahaan pihak ketiga yang menangani beberapa kegiatan, termasuk pekerjaan konstruksi dan persiapan mining.
Akibatnya, rekrutan PT Truba yang mayoritas berasal dari masyarakat lokal kini menghadapi ancaman PHK massal yang menggantung seperti belati di leher mereka.
Situasi ini tidak luput dari sorotan tajam masyarakat setempat, yang dengan tegas menuding PT ASA sebagai perusahaan abal-abal.
Muncul kecurigaan bahwa penghentian kegiatan perusahaan merupakan strategi busuk untuk menghindari tanggung jawab dan melakukan PHK massal secara diam-diam.
Bayu Damopolii, seorang aktivis asal Kotabunan, menyuarakan keprihatinannya terhadap isu ini dan mengecam manajemen perusahaan atas sikapnya yang merugikan ratusan tenaga kerja lokal.
“Saat itu ada masalah problem mis-management dan over recruitment (rekrutmen berlebihan) yang justru menyulitkan perusahaan. Selain itu, perusahaan ini (PT ASA) menuai kritik keras dari masyarakat lingkar tambang akibat perekrutan tenaga kerja lokal yang tidak sesuai komitmen,” tegas Bayu, yang juga dikenal sebagai pendamping dan pembela hak-hak pekerja.
Kekecewaan masyarakat tak hanya terbatas pada kebijakan rekrutmen yang merugikan tenaga kerja lokal. PT ASA dan kelompok perusahaan yang bernaung di bawah PT J.Resources Bolaang Mongondow (JRBM) juga dikecam karena keengganan mereka menggunakan tenaga kerja lokal yang kompeten. Sebaliknya, mereka lebih memilih menerima tenaga kerja dari luar daerah yang tidak memiliki keterampilan sesuai kebutuhan perusahaan.
Praktik ini menimbulkan kekesalan di kalangan warga lingkar tambang, hampir saja berujung pada demo besar-besaran sebagai bentuk protes atas perlakuan diskriminatif yang diterima oleh masyarakat setempat.
Di samping dampak terhadap tenaga kerja lokal, kegiatan tambang yang tidak terkendali juga menyebabkan bencana alam merajalela di wilayah tersebut. Praktik pembabatan hutan yang dilakukan oleh PT ASA menyebabkan maraknya banjir dan longsor di beberapa wilayah seperti Kotabunan dan Bulawan yang sebelumnya jarang terdampak oleh bencana ini.
Fenomena ini tidak boleh dianggap sepele karena berdampak luas pada kehidupan masyarakat, lingkungan, dan ekosistem di sekitar lokasi tambang.
Aktivis lingkungan seperti Bayu Damopolii telah dengan tegas memperingatkan tentang efek kupu-kupu (butterfly effect) dari pembabatan hutan wilayah Kotabunan, yang berdampak pada kawasan lain, terutama di Kotabunan sendiri.
Pantauan media serta keterangan dari sejumlah warga, banjir dan longsor adalah dampak akibat kegiatan pengrusakan lingkungan oleh pihak perusahan. Diduga kuat, area penyerapan air sudah berkurang.
Saat debit air meningkat akibat hujan, langsung menerjang ke wilayah pemukiman lewat sungai-sungai dan drainase yg ada, makanya titik banjir dan longsor kebanyakan di wilayah aliran sungai.(345)