“Ada 2 media online, 1 media televisi. Namun yang media televisi itu lebih kita fokuskan ke penyiaran,” tandasnya.
Terkait media televisi, Budiyono menjelaskan bahwa pengaduan dilakukan lantaran isi berita dengan tayangan video yang ditampilkan itu berbeda.
Budiyono menilai ada upaya penggiringan persoalan yang lain namun berbeda dengan fokus pemberitaan berdasarkan judul berita.
“Jangan persoalannya A, tapi isi beritanya B. Akhirnya membentuk lah opini di masyarakat. Jadi seolah-olah ada keterkaitan antara A dan B, itu sudah melampaui daripada proses penyidikan tersebut,” tegasnya.
Masih kata Budiyono, media online yang diadukan itu lantaran tidak mencantumkan box redaksi, perusahaannya tidak jelas, alamat identitas (penanggung jawab) juga tidak jelas.
“Mungkin itu yang dikategorikan media bodong. Maka dari itu kita akan menguji kebenarannya laporan pengaduan ini. Kita telah mengantongi dulu petunjuk dari Dewan Pers. Memang kunci akhirnya tetap ahli dari Dewan Pers. Naik atau tidak perkara ini di situ (keterangan ahli pers),” terangnya.
“Kenapa kita tidak langsung ke Dewan Pers? Karena sudah ada surat ini, rekomendasi dari Dewan Pers. Mereka menjelaskan bahwa ini bukan ranah UU Pers No 40 tahun 1999. Artinya penyelesaiannya kepada penegak hukum atas dugaan pelanggaran ITE,” tukas Budiyono. (Bor)