Dalam teori ilmu jurnalistik berita harus memenuhi unsur 5W + 1H. Dalam kontek perlindungan anak, maka kelengkapan unsur berita tidak boleh melanggar Kode Etik Jurnalistik, apalagi Undang-Undang, sehingga orang yang membuka identitas anak bermasalah dengan hukum dapat dikenakan sanksi hukum.
Melanggar Pedoman Pemberitaan Ramah Anak berarti melanggar Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Juncto Pasal 97 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Merujuk pada Pasal 78 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun.
Jika hari ini ada berita di media massa yang melanggar, maka perkara itu dapat dituntut hingga 12 tahun yang akan datang. Jadi, waspadalah!
Sengketa Jurnalistik terkait pelanggaran terhadap Pedoman Pemberitaan Ramah Anak diselesaikan oleh Dewan Pers, sesuai mekanisme yang berlaku dalam Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Masyarakat dapat turut berperan aktif dalam membangun pers yang sehat, profesional, dan berkeadilan. Peran serta masyarakat itu diatur pada Pasal 17 Undang-Undang Pers.
Ketentuan Pasal 17 ayat (1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
Pada ayat (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional;
Masyarakat yang dirugikan oleh berita yang melanggar Pedoman Pemberitaan Ramah Anak dapat menyampaikan keberatan kepada redaksi media yang bersangkutan, mengadukan kepada Dewan Pers, atau melaporkan pemberitaan tersebut kepada pihak berwenang lainnya. (*)
Penulis: Romlan (Wartawan Utama dan Assesor di PWI)